Sudah semestinya setiap keluarga mengupayakan makanan terbaik untuk anak-anak dan anggota keluarga yang membutuhkan perhatian ekstra. Namun, demi mempercepat perwujudan SDM emas, pemerintah telah “mengambil alih” sebagian tugas keluarga itu dengan program “Makan Bergizi Gratis” (MBG).
Program MBG yang diluncurkan pemerintahan Probowo-Gibran ini bertujuan untuk mengurangi angka malanutrisi dan stunting pada anak yang hingga kini masih menjadi persoalan serius. Saking khawatirnya akan masalah gizi anak sekolah dan prevalensi stunting pada anak-anak, pemerintah menggelontorkan anggaran MBG Rp171 triliun untuk program MBG tahun ini saja. Bahkan, untuk mencegah bayi lahir kurang sehat dan memiliki potensi stunting, menu makan gratis itu juga menyasar para ibu hamil.
MBG adalah sebuah program ambisius demi mengejar penciptaan generasi emas tahun 2045. Sejatinya negara tidak harus menanggung beban anggaran seberat itu, bila semua peran dan tanggung jawab dikembalikan kepada penanggung jawab keluarga, sesuai porsi masing-masing.
Bagaimanapun, setiap keluarga memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan anggotanya, baik anak-anak, ibu hamil atau lansia yang berlindung di dalamnya. Dalam formasi keluarga modern, peran pencari nafkah tidak semata-mata dipikul oleh kepala keluarga seorang, banyak istri juga memiliki karir dan berpenghasilan, atau ada usaha keluarga, juga anak dewasa yang telah bekerja dan masih tinggal bersama orang tua. Artinya, secara umum biasanya biaya operasional sebuah rumah tangga dipikul bersama.
Dengan begitu, untuk keluarga bukan miskin, namun belum termasuk kelas menengah, harusnya tidak terlalu sulit dalam memenuhi kebutuhan gizi dasar anak-anaknya, jika pengelolaan keuangan keluarga cukup sehat, dengan memperhatikan skala prioritas mana kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.